TANAH LONGSOR DAN FAKTOR PENYEBABNYA
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bencana
geologi merupakan bencana yang terjadi kibat proses geologi secara
alamiah yang siklus kejadiannya mulai dari skala beberapa tahun hingga
beberapa ratus bahkan jutaan tahun. Klasifikasi bencana geologi meliputi
gempa bumi, gelombang tsunami, letusan gunung api, gerakan massa tanah
dan batuan atau longsor serta banjir (Karnawati 2005). Bencana geologi
seperti gempa bumi, gelombang tsunami, letusan gunung api merupakan
bencana murni yang disebabkan oleh proses geologi, sehingga tidak dapat
dicegah. Sebaliknya bencana geologi yang berupa gerakan massa tanah dan
batuan atau longsor serta banjir sering terjadi tidak hanya akibat
kondisi geologinya yang rawan, tetapi sering dipicu oleh aktivitas
manusia.
Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong
pada lereng lebih besar daripada gaya penahan. Gaya penahan umumnya
dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan gaya
pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air, beban serta berat
jenis tanah batuan. Faktor-faktor penyebab tanah longsor antara lain :
hujan, lereng terjal, tanah yang kurang padat dan tebal, batuan yang
kurang kuat, jenis tata lahan, getaran, susut muka air danau atau
bendungan, adanya beban tambahan, pengikisan/erosi, adanya material
timbunan pada tebing, bekas longsoran lama, adanya bidang diskontinuitas
(bidang tidak sinambung), penggundulan hutan, daerah pembuangan sampah
(ESDM 2007).
Gravitasi
selalu mengakibatkan gaya tarik material penyusun lereng menuju bawah
(hukum gravitasi). Friksi memberikan gaya perlawanan terhadap
kecenderungan pergerakan akibat gravitasi; friksi = 0 berarti mudah
sekali tergelincir Sudut lereng semakin besar, semakin besar pula
kecenderungan material untuk bergerak ke bawah.
Indonesia yang
berada pada iklim tropis sangat rentan sekali terhadap bahaya erosi
longsor. Salah satu penyebab terjadinya longsor adalah tingginya
intensitas curah hujan, di Indonesia yang memiliki iklim tropis
intensitas curah hujannya besar. Kondisi ini mengakibatkan
wilayah-wilayah di Indonesia sangat rawan akan bencana longsor.
Bencana
longsor merupakan fenomena geologi dimana terjadi gerakan massa batuan,
tanah yang menuruni lereng dan keluar dari lereng. Terjadinya gerakan
massa batuan dan tanah tersebut dikarenakan akumulasi air yang terdapat
di dalam tanah sehingga bobot tanah menjadi besar. Jika air tersebut
menembus sampai tanah kedap air dapat berperan sebagai bidang gelincir,
maka tanah menjadi licin dan tanah yang mengalami pelapukan di atasnya
akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng. Untuk mengetahui
karakteristik longsor, harus diketahui pula sifat-sifat fisik dan
morfologi tanah.
2. Sifat-sifat Fisik Tanah
2.1 Lapisan Tanah
Menurut
Pulmmer (1982: 329) lapisan tanah berkembang dari bawah ke atas,
tahapannya merupakan lapisan lapisan sub horizontal yang merupakan
derajat pelapukan. Setiap lapisan mempunyai sifat fisik, kimia dan
biologi yang berbeda. Lapisan tanah berbeda dengan lapisan sedimen
karena tanah berada tidak jauh dari tempat terjadinya, sedangkan
sediment sudah tertransportasi oleh angin, air atau gletser dan di
endapkan kembali. Horizon-horizon membentuk lapisan tanah.
Horizon O
Adalah
horizon yang paling atas dan merupakan lapisan akumulasi bahan organik
di permukaan yang menutupi tanah mineral. Bahan organik yang terkumpul
merupakan sisa tumbuhan dan binatang yang sudah terurai oleh bakteri dan
proses kimia.
Horizon A
Memiliki ciri-ciri berwarna
kehitam-hitaman atau abu-abu gelap karena mengandung humus. Pada horizon
A telah kehilangan sebagian unsur aslinya karena yang berukuran lempung
terbawa air ke bawah. Di bawah horizon A terdapat horizon B yang
berwarna kecoklatan atau kemerahmerahan. Pada horizon ini terjadi
pengayaan lempung, hidroksida besi dan alumunium.
Horizon B
Mempunyai
struktur yang menyebabkan pecah-pecah menjadi blok-blok berbentuk
prisma. Horizon terdalam berada di bawah horizon B adalah horizon C.
Horizon C
Terdiri
dari batuan dasar dari berbagai tingkat pelapukan. Oksida batuan dasar
memberikan warna terang yaitu coklat kekuningkuningan.
Tanah
mempunyai jenis yang berbeda, diantaranya adalah pedocal dan laterit.
Pedocal berarti tanah yang kaya akan calcium carbonate(calcite) yang
dicirikan oleh akumulasi kalsium karbonat. Jenis tanah ini terdapat di
daerah kering dan panas, padang rumput dan semak-semak. Dalam tanah
pedocal tidak terjadi pelapukan kimia sehingga mineral lempung yang
terkandung sedikit. Laterit merupakan tanah yang terdapat di daerah
equator dan tropis, berwarna merah bata. Pembentukan tanah dimana curah
hujan tinggi dan suhu rata-rata panas dicirikan oleh pelapukan kimia
yang eksterm.
2.2 Tekstur Tanah
Tanah terdiri dari butir-butir
tanah berbagai ukuran. Bagian tanah yang berukuran lebih dari 2 mm
sampai lebih kecil dari pedon disebut fragmen batuan (rock fragment)
atau bahan kasar (kerikil sampai batu). Tekstur tanah menunjukkan kasar
halusnya tanah dari fraksi tanah halus (< 2 mm).
2.3 Struktur Tanah
Struktur
tanah merupakan gumpalan kecil dari butir-butir tanah. Gumpalan
struktur ini terjadi karena butir-butir pasir, debu dan liat terikat
satu sama lain oleh suatu perekat seperti bahan organik, oksida-oksida
besi, dan lain-lain. Gumpalan-gumpalan kecil ini mempunyai bentuk,
ukuran, dan ketahanan yang berbeda-beda. Di daerah curah hujan tinggi
umumnya ditemukan struktur remah atau granuler di permukaan dan gumpal
• Bentuk lempeng (platy): sumbu vertikal < sumbu horizontal. Ditemukan di horizon E atau pada lapisan padas liat
• Prisma: sumbu vertikal > sumbu horizontal bagian atasnya rata. Berada di horizon B tanah daerah iklim kering
•
Gumpal bersudut (blocky): seperti kubus dengan sudut-sudut tajam. Sumbu
vertikal = sumbu horizontal. Berada di horizon B tanah daerah iklim
basah.
Zona labil merupakan suatu wilayah yang menunjukkan daerah
itu mempunyai kondisi tanah yang terus bergeser, pergeseran tanah ini
dapat terjadi karena longsor, peretakan tanah atau bisa juga daerah itu
dilalui patahan bumi. Daerah yang rentan terhadap geseran tanah adalah
daerah dekat atau sepanjang patahan. Kawasan permukiman (built-up
areas), bendungan dan jembatan, jaringan jalan raya dan kereta api,
tanah pertanian, dan sistem alur sungai. Daerah-daerah lingkungan
endapan sungai, bekas pantai/zona pantai, tanah urugan dan bekas danau
atau rawa merupakan daerah-daerah yang rentan terhadap kedua peristiwa
alam tersebut. Akibat dari dua peristiwa alam tersebut dapat merusakan
atau menghancurkan bangunan, meretakan bendungan, sistem irigasi,
jaringan jalan, hilangnya tanah pertanian, memutuskan hubungan
permukiman, dan lainlain (Suseno 2007: 16).
Geseran tanah yang sering
terjadi adalah tanah longsor yang merupakan proses perpindahan massa
tanah secara alami dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah.
Longsoran umumnya terjadi jika tanah sudah tidak mampu menahan berat
lapisan tanah di atasnya karena ada penambahan beban pada permukaan
lereng dan berkurangnya daya ikat antarbutiran tanah akibat tidak ada
pohon keras (berakar tunggang). Faktor pemicu utama kelongsoran tanah
adalah air hujan. Tanah longsor banyak terjadi di perbukitan dengan
ciri-ciri:
• Kecuraman lereng lebih dari 30 derajat,
• curah hujan tinggi, terdapat lapisan tebal (lebih dari 2 meter) menumpang di atas
tanah/batuan yang lebih keras,
• tanah lereng terbuka yang dimanfaatkan sebagai permukiman, ladang, sawah atau
kolam (Suseno 2007: 16).
Dengan
demikian, air hujan leluasa menggerus tanah dan masuk ke dalam tanah.
Juga diperburuk dengan jenis tanaman di permukaan lereng yang kebanyakan
berakar serabut dan hanya bisa mengikat tanah tidak terlalu dalam
sehingga tidak mampu menahan gerakan tanah. Daerah dengan ciri seperti
itu merupakan daerah rawan longsor. Jika suatu daerah termasuk kategori
rawan longsor, kejadian longsor sering diawali dengan kejadian hujan
lebat terus-menerus selama lima jam atau lebih atau hujan tidak lebat
tetapi terus-menerus hingga beberapa hari, tanah retak di atas lereng
yang selalu bertambah lebar dari waktu ke waktu, pepohonan di lereng
terlihat miring ke arah lembah, banyak terdapat rembesan air pada tebing
atau kaki tebing, terutama pada batas antara tanah dan batuan di
bawahnya.
Selain merupakan daerah rawan longsor kawasan zona labil
biasanya merupakan daerah yang di lalui oleh patahan bumi, daerah ini
sangat labil karena kondisi tanah yang ada di sana terus bergerak, hal
ini dipengaruhi oleh gerakan lempeng-lempeng bumi secara konvergen atau
saling bertumbukan. Pergerakan kulit bumi yang berupa lempeng-lempeng
tektonik itu muncul dalam wujud gelombang yang disebut gempa. Pergerakan
lempeng tektonik menciptakan kondisi terjepit atau terkunci dimana
terjadi penimbunan energi dengan suatu jangka waktu tertentu yang untuk
selanjutnya dilepaskan dalam bentuk gelombang gempa, energi gelombang
gempa bumi akan dikonsentrasikan dan difokuskan jika gelombang gempa
bumi melintas di jaur patahan, goncangan dari gempa bumi ini dapat
menggeser posisi tanah baik ke arah lateral ataupun horizontal dan dapat
pula pada arah vertikal sehingga terjadi amblesan di sekitar patahan
itu (Suseno 2007: 18).
Ristianto 2007:21 menyebutkan, bahwa proses-proses gerakan tanah meliputi:
1. Kegagalan lereng
Gaya
gravitasi yang selalu menarik kebawah membuat lereng bukit dan gawir
pegunungan rawan untuk runtuh. Slum adalah keruntuhan lereng dimana
batuan atau regolith bergerak turun dan maju disertai gerak rotasional
yang bergerak berlawanan dengan arah massa yang bergerak. kegagalan
lereng secara mendadak yang mengakibatkan berpindahnya massa batuan yang
relatif koheren dengan slumping, jatuh (falling), atau
meluncur(sliding).
2. Falls dan Slides
Gerak pecahan batuan besar
atau kecil yang terlepas dari batuan dasar dan jatuh bebas dinamakan
rock fall. Biasanya terjadi pada tebing-tebing yang terjal, dimana
material yang lepas tidak dapat tetap di tempatnya. Jika material yang
bergerak masih agak koheren dan bergerak di atas permukaan suatu bidang
disebut rock slides. Bidang luncurnya dapat berupa bidang rekahan, kekar
atau bidang pelapisan yang sejajar dengan lereng.
3. Aliran (flow)
Aliran
terjadi apabila material bergerak turun lereng sebagai cairan kental
dengan cepat. Biasanya materialnya jenuh air. Yang sering terjadi adalah
mud flow, aliran debris dengan banyak air dan partikel utamanya adalah
partikel halus. Tipe gerak tanah ini terjadi di daerah dengan curah
hujan tinggi seperti di Indonesia. aliran (flow) campuran sedimen, air,
udara, dengan memperhatikan kecepatan dan konsentrasi sedimen yang
mengalir.
4. Patahan
Patahan yaitu gerakan pada lapisan bumi yang
sangat besar dan berlangsung yang dalam waktu yang sangat cepat,
sehingga menyebabkan lapisan kulit bumi retak atau patah. Bagian muka
bumi yang mengalami patahan seperti graben dan horst. Horst adalah tanah
naik, terjadi bila terjadi pengangkatan. Graben adalah tanah turun,
terjadi bila blok batuan mengalami penurunan. Ada beberapa jejak yang
ditimbulkan oleh gesekan pada batuan diantaranya adalah gores garis atau
slickensides, gesekan antara batuan yang keras, permukaannya menjadi
halus dan licin disertai goresan-goresan pada bidang sesar.
Kebanyakan
gerak sesar menghancurkan batuan yang bergesekan menjadi berbagai
ukuran tidak beraturan, membentuk breksi sesar atau fault breccia
(Ristianto 2007: 24).
Berdasarkan pada klasifikasi Vernes dan Eckel
dalam Ristianto (2007: 24) maka gerakan tanah terdapat tujuh jenis
gerakan, yaitu soil fall, rock fall, sand run, debris slide, earth flow,
debris avalance dan bloock glide, sedangkan gerakan terbanyak adalah
jenis debris slide, merupakan 51,83% dari seluruh gerakan. Pada umumnya
gerakan tanah terjadi pada daerah sekitar kontak ketidakselarasan antara
satuan batu lempung dengan sisipan-sisipan batu pasir. Menurut Van
Zuidam dalam penataan ruang bab 1 (2008) mengklasifikasi kemiringan
lereng menjadi 7, yaitu :
1. 00 – 20 (0% - 2%) kemiringan lereng datar,
2. 20 – 40 (2% - 7%) kemiringan lereng landai,
3. 40 – 80 (7% - 15%) kemiringan lereng miring,
4. 80 – 160 (15% - 30%) kemiringan lereng agak curam,
5. 160 – 350 (30% - 70%) kemiringan lereng curam,
6. 350 – 550 (70% - 140%) kemiringan lereng sangat curam,
7. >55o0(>140%) kemiringan lereng terjal.
Kemiringan lereng ini dapat dinyatakan dengan dua satuan, yaitu dengan satuan sudut (derajat) dan satuan %.
Kesimpulan
•
Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng
lebih besar daripada gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh
kekuatan batuan dan kepadatan tanah
• Bencana longsor merupakan fenomena geologi dimana terjadi gerakan massa batuan,
tanah yang menuruni lereng dan keluar dari lereng. Terjadinya gerakan massa batuan
dan tanah tersebut dikarenakan akumulasi air yang terdapat di dalam tanah sehingga
bobot tanah menjadi besar.
• Wilayah dengan kemiringan lereng antara 0% - 15% akan stabil terhadap kemungkinan
longsor, sedangkan di atas 15% potensi untuk terjadi longsor pada saat kawasan
rawan gempa bumi akan semakin besar
• Indonesia yang berada pada iklim tropis sangat rentan sekali terhadap bahaya erosi
longsor. Salah satu penyebab terjadinya longsor adalah tingginya intensitas curah
hujan, di Indonesia yang memiliki iklim tropis intensitas curah hujannya besar.
Kondisi ini mengakibatkan wilayah-wilayah di Indonesia sangat rawan akan bencana
longsor.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar